Selasa, 26 Oktober 2010

Susahnya mencari sesuap nasi!!

Pada suatu hari, saya ngobrol dengan seorang yang sedang pusing karena belum mendapatkan pekerjaan. Sebut saja nama orang tadi Romeo. Meskipun sudah berbekal S2, tetapi tetap saja Romeo susah mendapatkan pekerjaan di Indonesia.

Berbagai alasan dia dapatkan ketika ia mengirimkan aplikasi pekerjaan, seperti maaf kami tidak memerlukan tenaga dengan ijasah S2, maaf S2 anda tidak sesuai dengan keahlian yang kami miliki, maaf usia Anda jauh diatas dari usia yang kami harapkan, dan maaf anda belum memiliki pengalaman nyata untuk pekerjaan yang kami tawarkan.

Ironisnya, berbagai pendidikan ia tempuh supaya mendapatkan sebuah pekerjaan dari jenjang formal dan non formal. Akhirnya, hal yang tidak terduga saya langsung dengar bahwa ia ingin bekerja apapun, yang penting mendapatkan uang dan tidak peduli dengan ijasah S2 yang telah dimilikinya, yang penting dia tidak menganggur. Pernyataan Romeo tersebut mengindikasikan frustasi yang luar biasa, betapa untuk untuk mencari uang untuk sesuap nasi saja susah dan tidak murah. Buktinya dia harus menempuh aneka jenis pendidikan yang tidak murah dalam ukuran Rupiah dan energi yang dikeluarkan. Belum lagi dia harus mengorbankan kehidupan sosial seperti pertemanan dan bahkan pernikahan.


Cerita seperti diatas yang dialami Romeo, sering kita jumpai dimasyarakat Indonesia. Romeo tidak sendirian. Banyak Romeo-romeo yang lain yang bernasib sama.

Laporan statistik menunjukan jika angka pengangguran terdidik di Indonesia meningkat. Hal ini akan menjadi semakin terus meningkat dalam prediksi saya. Dalam obrolan santai dengan para mahasiswa ketika saya mengajar, saya selalu mengingatkan mereka untuk selalu cerdas dalam menangkap peluang. Jangan terlena dengan keadaan saat ini, terus belajar untuk kehidupan yang lebih baik. Dalam berbagai hal buka mata dan telinga lebar-lebar untuk belajar. Untuk mencapai kesuksesan kita perlu aneka macam energi, tidak hanya cukup satu ilmu atau keahlian saja. Kita harus memiliki multi keahlian.

Tidak cukup hanya memotivasi, saya berikan contoh jika kompetisi hidup ini serasa semakin berat. Pencari pekerjaan semakin banyak, sedangkan lapangan pekerjaan semakin berkurang. Tenaga manusia sudah banyak diganti dengan teknologi.

Aneka analogi saya sampaikan ke mahasiswa. Salah satu contohnya adalah saya ajak mereka untuk menggunakan akal pikiran. Saya sering bertanya, misal jurusan anda apa? Seperti contoh kami adalah mahasiswa jurusan ekonomi. Ada berapa perguruan tinggi di Indonesia saat ini yang memiliki jurusan tersebut? Berapa kali kampus-kampus melaksanakan wisuda dalam satu tahun? Ada berapa jumlah Sarjana Ekonomi (SE) yang diluluskan setiap tahun? Kita tidak pernah tahu secara pasti angkanya, tetapi setiap membaca koran kita bisa lihat ratusan hingga ribuan sarjana diproduksi setiap tahun. Artinya, setiap orang memiliki kompetisi yang berat melawan orang lain dengan kemampuan yang hampir sama.

Kita harus jujur untuk mengakui, jika kita sekolah sampai jenjang sarjana dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Secara sederhana, jika kita bisa kerja maka kita bisa makan untuk hidup. Makan identik dengan kebutuhan perut.

Point yang kita garis bawahi adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa makan saja kita harus memiliki pendidikan yang tinggi. Memang 'makan' sebuah ungkapan sederhana, tetapi 'makan' setiap orang berbeda-beda. Makanya sering kita jumpai dalam pemberitaan media masa jika beberapa sarjana terpaksa berbuat kriminal untuk memenuhi urusan perut tadi.

Untuk mengatasi pengangguran, aneka cara sudah ditempuh pemerintah. Kebijakan pemberian kurikulum untuk berwirausaha disetiap jenjang studi telah dilakukan. Perubahan kurikulum pendidikan yang mengarah pada peningkatan kemampuan siswa (life skills) sudah sering ditekankan. Namun kenyataan yang ada, semua kebijakan itu belum bisa menjadi senjata pamungkas untuk mengatasi pengangguran.

Dalam pemikiran saya, untuk bisa menghidupi diri sendiri dengan pekerjaan itu tidak sederhana. Tidak cukup hanya memiliki sebuah keinginan untuk berwirausaha. Harus memiliki modal yang cukup. Harus memiliki ide yang cerdas. Harus memiliki kemampuan mengelola yang cukup. Harus memiliki semangat mandiri yang tinggi. Point-point yang saya sampaikan tersebut dengan mudah kita jumpai pada cerita-cerita orang sukses. Bisanya kita baru kaget setelah mendengar cerita bagaiman perjuangan seseorang untuk sukses, baik suka dan dukanya. Intinya kesuksesan tidak dicapai dalam jangka waktu yang pendek. Aneka perjalanan harus dilakukan bahkan tidak sedikit pengorbanan yang harus dijalankan.

Kebijakan pemerintah juga menjadi kunci utama. Susahnya mendapatkan ijin untuk memulai usaha juga menjadi salah satu biang keladinya. Ketercukupan faktor pendukung seperti listrik dan air juga menjadi problema setiap hari. Sebagai contohnya, untuk memulai bisnis laundry maka kita memerlukan tenaga listrik. Demikian juga untuk membuka usaha fotocopy, listrik menjadi kekuatan utama. Apa yang terjadi, jika biaya pasang listrik saja sudah tinggi, aliran listrik sering padam belum lagi urusan perijinan seperti (HO) dll yang sering membuat kita lelah dan pusing.

Mengatasi sebuah pengangguran harus menjadi kerjasama berbagai pihak. Misal: kebijakan pemerintah juga harus direspon oleh lembaga lain, seperti perbankan, PLN, Telkom dll.Lembaga pendidikan hanya memberikan ilmu dalam tataran teori yang sering kali berbeda jauh dengan kenyataan dilapangan. Tanpa sebuah kerjasama yang bagus setiap insitusi, maka program wirasusaha tidak akan berhasil dengan baik.

Peran dukungan masyarakat pun ada, dari kemudaha ijin yang dikeluarkan RT/RW hingga masyarakat sekitar. Hati saya menjadi ternyuh, ketika saya membeli pulsa. Saya melihat keuntungan Si penjual pulsa lebih sedikit dari Si Tukang Parkir. Awal pembukaan toko pulsanya, cukup ramai karena dalam satu hari dia mendapatkan beberapa konsumen. Hatinya cukup lega. Seiring dengan waktu, dia didatangi serombongan orang jika dia harus mengikuti aturang yang berlaku, salah satunya harus diijinkan untuk diberi tukang parkir. Jika tidak mau, maka ia tidak bisa buka usaha didaerah tersebut. Walhasil, setelah ada Si tukang parkir, praktis konsumen lari. Si penjual pulsa bilang ke saya, jika keuntungan Si tukang parkir lebih besar dari dia. Akhirnya, bisnis pulsanya tutup setelah buka beberapa bulan karena tidak sanggup untuk bayar sewa ruangan, listrik dan tenaga.

Dalam tulisan ini, saya ingin menekankan jika keberhasilan usaha tidak dicapai dalam jangka pendek. Ada banyak prediktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha, baik langsung ataupun tidak langsung. Keputusan untuk memikirkan masa depan lebih baik diatur jauh-jauh hari. Kepekaan terhadap realitas hidup menjadi salah satu kunci dalam keberhasilan hidup.

Tulisan ini menjadi salah satu catatan saya. Saya buat di Adelaide South Australia pada tanggal 8 Oktober 2010. Semoga bermanfaat.

Nanang Bagus Subekti
sube0005@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar